Jumat, 18 Februari 2011

Euforia Gaya Hidup

Era Globalisasi menempatkan manusia dalam keadaan hidup yang serba terpenuhi. Bukan sekedar sandang pangan dan tempat tinggal saja, namun lebih pada kenyamanan hidup. Berbagai kebutuhan hidup manusia diciptakan untuk memenuhi hasrat nyaman. Namun apakah pernah para perancang barbagai pemenuhan kebutuhan hidup tersebut memikirkan “Cashback” bagi masyarakat ekonomi menengah kebawah yang notabene untuk mencukupi kebutuhan perut saja masih sulit.

Keberpihakan Ekonomi Liberal

Bukti nyata permasalahan kemiskinan, pengangguran, kriminalitas di Negeri ini masih menghiasi panggung penguasa. Tak elak berbagai strategi politik dihalalkan dalam menganut pemberitaan, bahkan penelitian ilmiah yang berpihak kapasitas. Menggerakkan bahkan memelencengkan pemberitaan sudah bukan barang tabu bagi para penguasa untuk membangun citra dan menegakkan strategi bisnis yang merugikan masyarakat kecil. Korupsi yang dirintis oleh pendahulu hanya sebagai gaung keberpihakan para si miskin. Realitasnya masih banyak terjadi perselingkuhan dengan para kapitalis sejati yang sering kita istilahkan serigala berbulu domba.

Hukum pun masih Berpihak pada si cerdik

Pakar hukum pun sekedar bisa mengernyitkan jidatnya yang kinclong. Mereka sudah lelah dan merasa bahwa teori di gudang sudah habis di keluarkan. Namun yang terjadi penegakkan hukum di negeri yang konon katanya berpayung hukum itu masih saja ngiris. Agenda-agenda besar penyelesaian masalah korupsitidak pernah bisa tuntas, para penegak hukum lebih tertarik mengurusi masalah pornografi, pelecehan seksual, pelanggaran susila yang sebenarnya itu hanya isu kecil yang di besar-besarkan. Ternyata strategi murahan itu mampu mengelabuhi masyarakat yang gemar mengaku suci dan tidak pernah berbuat tabu karena mereka punya agama. Sehingga akhirnya masyarakat tidak sadar perhatian mereka telah di kaburkan dengan masalah-masalah yang sebenarnya sudah biasa di negeri ini.

Potret Buram Wajah pendidikan

Mengikuti Pendidikan formal adalah merupakan kewajiban bagi setiap generasi untuk mencapai derajat insan. Pendidikan formal diharapkan mampu mencetak kader-kader penerus bangsa yang memiliki berbagai kecakapan , baik dari sisi ilmu pengetahuan, teknologi maupun religi dan social.

Namun sayangnya, pendidikan yang dipercaya masyarakat khususnya orangtua yang anehnya di bangku sekolah masih jauh dari kemajuan. Siapa yang salah atau yang bertanggung jawab dalam permasalahan potret buram wajah pendidikan di Negeri ini????

Tiket Masa Depan

Seolah gerbong kereta yang terus melaju menuju harapan masa depan itulah gambaran pendidikan formal di negeri ini. Tiket menjadi penentu untuk bisa terbawa gerbong pendidikan. Orangtua yang sadar pentingnya pendidikan untuk masa depan anak-anak mereka berlomba untuk dapat membeli tiket tersebut. Namun bagi mereka yang masih kurang memiliki kesadaran pentingnya pendidikan membiarkan anak-anak mereka duduk di stasiun masadepan tanpa mendorong mereka untuk segera mengambil tiket yang ada sekalipun gratisan.